Lidah itu menjulur-julur menggapai kerupuk yang tergantung di atas sebuah tali rafia. Tangannya terikat ke belakang. Di sekelilingnya, para penonton bersorak girang, memberi semangat para peserta agar segera menghabiskan kerupuk sebiji yang tergantung bergoyang-goyang. Sedangkan panitia, asyik menggoda dengan menyendal-nyendal tempat gantungan, agar kerupuk itu makin menari dan lebih susah lagi untuk para peserta meraihnya. Lidah itu masih terjulur berusaha mengunci kerupuk agar tak terlepas dari mulut kecilnya. Dan akhirnya gigitan terakhir diselesaikannya dengan baik, diiringi sorak-sorai penonton menyambut kemenangannya.
*&*
Aku sudah lupa kapan kali terakhir aku menikmati kemeriahan acara 17-an seperti itu. Lomba makan kerupuk yang memang sudah mendarah daging sebagai acara rutin di saat perhelatan akbar, sebagai pesta kemerdekaan negara tercinta, tentu saja selain lomba panjat pinang. Ya, dulu waktu aku masih kecil perlombaan yang paling tenar adalah lomba makan kerupuk, lomba kelereng dan lomba puncaknya adalah lomba panjat pinang.
Lomba makan kerupuk memang sudah menjadi tradisi dan mengakar di benak setiap anak kecil di tiap kampung, seperti kami. Lomba yang kelihatannya sangat mudah, tapi jika kita sendiri yang berada di tengah para peserta akan tahu bagaimana rasanya sedikit perjuangan hanya untuk sebuah kerupuk.
Mencari hikmah, ya, apakah lomba makan kerupuk itu hanya sekedar acara tradisi atau ada makna disebalik kegiatan itu?? Mungkin orang ada yang berpikir, hanya kerupuk saja, kenapa harus rela pegel lehernya karena mendongak berusaha mencapai kerupuk yang terikat pada sebuah tali. Tapi aku melihat dari sudut pandang lain, saat aku memutuskan untuk ikut lomba makan kerupuk belasan tahun silam, aku ada tujuan, tujuanku adalah kemenangan. Seperti para pejuang dan pahlawan itu kan, tujuan mereka adalah kemerdekaan negeri kita. Lalu pada saat panitia memberi aba-aba dimulailah sebuah perjuangan, perjuangan untuk meraih kemenangan, tidak mudah memang, kerupuk yang tergantung tidak mudah untuk ditaklukkan, perlu strategi untuk bisa mengunci kerupuk dalam mulut agar tak terlepas lagi. Begitu pula dengan para pejuang dulu, mereka menggunakan strategi untuk mengusir para penjajah. Tak hanya konfrontasi tapi juga diplomasi. Dan pada saat sentilan gigitan terakhir, teriring sorak-sorak penonton menandakan sebuah kemenangan, kemerdekaan dari keterikatan. Seperti bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, semua rakyat bersorak, menyambut teriakan MERDEKA!!!
Dalam rangka memeriahkan lomba makan kerupuk 17-an di blog oleh http://anazkia.blogspot.com/2010/08/ramadhan-maaf-maafan-dan-17an.html
Nduk, rak dike'i tulisan ini untuk apa? ;)
ReplyDeleteBut noproblem, makasih yah dah ikutan...
kami sekeluarga ingin mengucapkan
Deletepuji syukur kepada mbah jonoseuh
atas nomor togel.nya yang mbah
berikan 4 angkah alhamdulillah
ternyata itu benar2 tembus
dan alhamdulillah sekarang saya
bisa melunasi semua utan2 saya yang
ada sama tetangga dan bukan hanya
itu mbah. insya
allah saya akan coba untuk membuka usaha sendiri demi mencukupi
kebutuhan keluarga saya sehari-hari itu semua berkat bantuan mbah jonoseu
sekali lagi makasih banyak ya mbah bagi saudara yang suka main togel
yang ingin merubah nasib seperti saya silahkan hubungi mbah jonoseu,,di
0823 4444 5588,dan saya sudah membuktikan sekarang giliran saudara yg di luarsana
kemarin ikutan upacara penurunan bendera di Konsulat Pulau Pinang. Hikmat terasa ketika lagu itu mengalun di senja itu.
ReplyDeleteLalu, berbuka bersama dengan warga. Nikmat itu masih juga membekas hingga kini.
Jadi ingat waktu kecil,aq sering ikutan lomba mkn krupuk jg..Btw artikel nya bagus nduk lin.
ReplyDeletepak ahmad@hmmmm... pasti menyenangkan.. sayang saya pas kerja... taon lalu saya ikut upacara 17-an di konjend p.pinang
ReplyDeletemas adi@sama, aku juga ikutan...